Hak-hak Masyarakat Indigeneous

حَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلٰى قَوْمٍ لَّمْ نَجْعَلْ لَّهُمْ مِّنْ دُوْنِهَا سِتْرًا ۙ
ḥattā iżā balaga maṭli’asy-syamsi wajadahā taṭlu’u ‘alā qaumil lam naj’al lahum min dụnihā sitrā

كَذٰلِكَۗ وَقَدْ اَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا
każālik, wa qad aḥaṭnā bimā ladaihi khubrā

ثُمَّ اَتْبَعَ سَبَبًا
ṡumma atba’a sababā

Negara fiskal adalah negara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Maka tidak ada tempat bagi suku asli, indigenous people. Bahkan istilah indigenous people yang dianggap sama dengan istilah bangsa primitif pun sudah terasa di mana posisi negara fiskal berada. Demokratisasi politik masyarakat indigenous merupakan bagian dari rekayasa sosial permukaan, sedangkan sekolah, makanan, bahasa, pola produksi dan keuangan sudah jalan terlebih dahulu. Sekarang tidak ada masyarakat indigenous yang tidak doyan uang. Mereka meningkatkan kemampuan mereka ke dalam peradaban negara fiskal dengan financial literacy.

Suatu pemerintahan, dibentuk, semisal dalam wadah negara, apapun bentuk dan formatnya, semestinya menghargai hak-hak warga. Termasuk di dalamnya hak menentukan identitas budaya, keaslian dan keutuhan sikap hidup dan kebiasaan, gaya hidup dan adab. Karena setiap kebudayaan adalah didasarkan pada kasih sayang. Namun tidak demikian. Negara fiskal, khususnya pasca kolonisasi, mengartikan kemajuan dengan penghancuran budaya lokal. Merek menggunakan sekolah dan uang untuk mencuci otak dan memberangus jati diri sehingga mereka teralienasi dan mengutuk moyangnya sebagai bangsa primitif.

Tapi tidak bagi ذو الْقَرْنَيْن żul-qarnaīn. Demikianlah kita memahami Ketimuran kita, menghormati asal usul kita, memahami jati diri kita, sehingga pemerintah meletakkan posisi dalam harmoni dengan alam.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.